Minggu, 28 Desember 2008

Perbanyakan Metarhizium

Para ilmuan menyediakan studi bentuk baru dari jamur untuk pestisida-pestisida biologi yang lebih baik.

Metarhizium anisopliae adalah yang mungkin tidak terpikirkan berada disekitar. Sebagai pengganti tumbuh pada roti atau tirai-tirai kamar mandi, lebih menyukai badan-badan kutu dan hama-hama serangga, seperti rayap, belalang, lalat tsetse, dan lainnya.

Memang, sebuah strain metarhizium yang diberi nama "F52" adalah bahan aktif utama dalam empat yang didaftarkan secara federal sebagai produk mycoinsektisida untuk mengendalikan tubuh halus dari kutu-kutu dan kumbang-kumbang dan kumbang-kumbang penggerek.

Saat ini, mycoinsektisida-mycoinsektisida menjadi lebih baik untuk serangga-serangga hama yang mendiami tanah-dapat menjadi tersedia, terima kasih pada penemuan ilmuan-ilmuan ARS yang mana Metarhizium dapat menghasilkan gumpalan-gumpalan khusus dari sel-sel jamur yang disebut "microscerotia".

Pelayanan Penelitian Pertanian mikrobiologi Mark A. Jackson dan ahli entomologi Stefan Jaronski menghasilkan penemuan pada tahun 2004 dan sejak itu berkembang metode yang jelas yang dinantikan dari pengadukan bermilyar-milyar microsclerotia didalam tong-tong yang disebut “fermentor”.

Membuat Jamur Lebih Banyak dan Kuat

Sebelum dua penemuan, hanya penyakit tanaman yang disebabkan oleh jamur seperti Sclerotinia sclerotiorum dilaporkan untuk menghasilkan microsclerotia-tidak pada pernafasan serangga yang terinfeksi.

“kita menemukan dengan Metarhizium yang dapat menghasilkan tubuh-tubuh sclerotial pada biakan cair dibawah kondis-kondisi yang sesuai,” Jackson mengatakan, dengan Pusat Nasional milik ARS untuk Penelitian Pemanfaatan Pertanian di Peoria,Illionis. ”Penggunaan dari ini adalah bahwa kita sekarang dapat membuat sebuah bentuk dari jamur ini yang dapat bertahan kering dan pada penyimpanan untuk pemakaian yang mudah oleh para petani pada tanah untuk membunuh serangga.

Secara tradisional, bentuk terpilih untuk membuat mycoinsektisida dari konidia, atau spora, dimana tabung-tabung tipis mempenetrasi inang serangga diluar kulit, atau kutikula. Jamur hanya menginfeksi inang serangga yang cocok, bagaimanapun, dan tidak pernah menginfeksi manuasia, binatang peliharaan, atau peternakan.

“Konidia Metarhizium adalah seperti bom waktu kecil.” Jaronski menjelaskan, dengan laboratorium penelitian Pertanian Daratan Utara milik ARS di Sidney, Montana. “mereka tidak berkecambah sampai mereka kontak dengan kutikula serangga. Kemudian, mereka menggunakan sebuah kombinasi tekanan mekanik dan enzim-enzim minuman keras untuk pemutusan kutikula dan menyerang sistem circulatory serangga. Serangga yang terinfeksi selalu mati dalam beberapa hari.”

Dalam sebuah pendekatan produksi standard, Metarhizium ditumbuhkan pada pakan-pakan nutrisi yang disebut “subsrat padat.” Jamur ini menghasilkan konidia yang berlimpah, yang mana kemudian dikumpulkan, dikeringkan, dan diselimuti pada atas butiran dibuat dari bubur jagung atau pembawa butiran lainnya atau dicampurkan secara langsung kedalam tanah. Tetapi pendekatan substrat padat adalah membutuhkan waktu dan tenaga yang intensif untuk tujuan ini, catatan Jackson.

Microsklerotia-ikatan-ikatan rapat serabut-serabut yang berpigmen yang menyerupai lapisan atas cabai adalah bentuk kuat dari jamur. Selain itu, mereka menyediakan tempat tinggal yang aman yang mana konidia Metarhizium dapat dengan mudah menghasilkan untuk menginfeksi serangga yang begitu dekat yang merayap di dalam tanah.

Jaronski mengatakan peneliti-peneliti lainnya menghasilkan butiran-butiran dari pengering udara, miselium regular (badan utama dari jamur) atau miselium encapsulated di dalam sebuah polimer. Tetapi bentuk-bentuk ini sulit bertahan dari rak kehidupan yang miskin atau biaya yang terlalu banyak untuk kebanyakan petani.


Lebih Murah dan Lebih Cepat, Juga

Dalam studi-studi di Sidney menggunakan strain Metarhizium F52, konidia hanya butiran-butiran yang berkecambah 7-10 hari setelah diaplikasikan pada tanah. Formulasi-formulasi berdasar mikrosklerotia berkecambah dalam 4 hari dan menghasilkan sejumlah besar spora.

Penghargaan Jackson sebagian mikrosklerotianya meningkatkan tingkat perkecambahan pada kemampuan jamur untuk mentoleransi uap lembab tanah yang lebih rendah. Faktor lainnya mungkin jumlah mikrosklerotia tipis yang dihasilkan dan diaplikasikan pada tanah menggunakan tehnik biakan cair dimana dia dan Jaronski mengembangkan.

Tingkat produksi mikrosklerotia para peneliti saat ini adalah 30 gram biomasa jamur basah (bahan fermentasi yang berisi sel-sel jamur) per liter dalam sekitar 4 hari. Sistem-sistem substrat padat, sebagai perbandingan, menggunakan waktu 2 minggu untuk menghasilkan dalam jumlah banyak konidia yang komersial, dan selanjutnya dibutuhkan untuk mempersiapkan butiran-butiran. Jackson mengatakan “sistem substrat padat tempatnya di dalam produksi beberapa jamur, tetapi lebih mahal.”

Mikrosklerotia dapat juga diformulasikan kedalam butiran-butiran dan mengukurnya lebih mudah daripada formulasi-formulasi yang berdasar pada konidia. Ini membuat mikrosklerotia lebih sesuai dengan para petani, pengusaha bibit dan para aplikator pestisida butiran. Para pembuat biopestisida juga berpendirian pada keuntungan: Jaronski mengatakan “menggunakan mikrosklerotia akan menyediakan perusahaan-perusahaan yang membuat mycoinsektisida untuk dapat masuk ke dalam pasar dimana, nyata, ukuran dan bentuk produknya dijaga oleh mereka.” Dia menambahakan butiran mikrosklerotia harus juga dengan mudah memenuhi syarat untuk pasar hasil organik, oleh karena bahan-bahan pengikat menggunakan dengan pembawa-pembawa butiran konvensional tidak memmenuhi syarat butiran-butiran tersebut.


Sebuah Jamur Tandingan untuk Belatung

Sejak 2004, Jaronski mempunyai tim dengan para peneliti Universitas Kota Dakota Utara di Fargo untuk uji butiran-butiran bubur jagung yang diselimuti konidia F52 terhadap spesies lalat Tetanops myopaeformis, yang mana tahapan belatung adalah tahap hama tertinggi pada gula bit nasional.

Hasil uji-ujinya yang mendorong, terutama ketika Metarhizium dikombinasikan dengan tanaman-tanaman penutup oat atau gandum hitam sebagai bagian dari sebuah pendekatan pengelolaan hama terpadu. (lihat “Beeting Back The Enemy,” Agriculture Research, Sept. 2006, pp. 16-17.).

Jaronski melaporkan “dibawah tekanan serangga yang rendah, jamur ini bekerja sebaik insektisida terbufos,”. “Untuk tekanan serangga yang tinggi, kami melihat pada keterpaduan jamur ini dengan sebuah kehidupan tanaman penutup. Sejauh ini, dua diberikan oleh kami perlindungan yang nyata dengan tidak ada hasil yang hilang.”

Pada tahun 2006, Jaronski mulai membandingkan hanya butiran-butiran bubur jagung dengan yang berdasar pada mikrosklerotia didapat dari metode biakan cair untuk yang mana ARS mencatat secara jelas pada September 2007.

Di dalam pengujian laboratorium, sekitar 25 persen belatung akar gula bit dibuka pada spora-spora yang dihasilkan pada butiran-butiran bubur jagung pada tanah-tanah liat yang telah mati selama 3 minggu. Pada tanah yang diperlakukan dengan mikrosklerotia, 100 persen telah mati pada minggu pertama. Observasi ini menggambarkan lebih cepat dan lebih besarnya produksi konidia oleh mikrosklerotia di dalam tanah. Selam percobaan-percobaan lahan tahun 2007, gula bit-gula bit dalam plot-plot yang diperlakukan mikrosklerotia juga mendapat bekas yang lebih kecil dari pemberian makan belatung.

Cukup mengherankan, para peneliti tidak sukses dalam penggunaan tehnik biakan cairnya untuk menghasilkan mikrosklerotia dari jamur yang membunuh serangga lainnya digunakan sebagai agen-agen pengendali biologi-khususnya Beauveria bassiana dan Paecilomyces fumosoroseus. Tetapi mereka dapat menghasilkan mikrosklerotia dengan beberapa strain-strain berbeda dari jamur Metarhizium.

Jaronski mengatakan “bahwa satu dari hal-hal aneh tentang mikrosklerotia ini”. Jaronski mengatakan “proses untuk menghasilkannya hanya bekerja dengan Metarhizium.” Bahwa tidak dihalangi sebuah pembuat biopestisida utama dari pengambilan peringatan, terlebih dahulu. ‘tehnik dapat diaplikasikan tidak hanya untuk belatung akar gula bit, tetapi untuk beberapa hama yang tinggal di tanah diserang oleh jamur ini.

Sumber: Agriculture Research/September 2008

Analisis Artikel

Jamur Metarhizium anisopliae merupakan salah satu jamur entomopatogen yang potensial untuk dikembangkan sebagai pengendali serangga. jamur ini bersifat parasit pada beberapa jenis serangga dan bersifat parasit di dalam tanah.


Mekanisme infeksi M. anisopliae menurut Ferron (1985 dalam Kumbara, 2008) dapat digolongkan menjadi empat tahapan etologi penyakit serangga yang disebabkan oleh cendawan. Tahap pertama adalah inokulasi, yaitu kontak antara propagul cendawan dengan tubuh serangga. Propagul cendawan M. anisopliae berupa konidia karena merupakan cendawan yang berkembang baik secara tidak sempurna. Dalam proses ini, senyawa mukopolisakarida memegang peranan penting. Tahap kedua adalah proses penempelan dan perkecambahan propagul cendawan pada integumen serangga. Kelembapan udara yang tinggi dan bahkan kadang-kadang air diperlukan untuk perkecambahan propagul cendawan. Cendawan pada tahap ini dapat memanfaatkan senyawa-senyawa yang terdapat pada integumen.

Tahap ketiga yaitu penetrasi dan invasi. Cendawan dalam melakukan penetrasi menembus integumen dapat membentuk tabung kecambah (appresorium) (Bidochka et al., 2000 dalam Kumbara, 2008). Titik penetrasi sangat dipengaruhi oleh konfigurasi morfologi integumen. Penembusan dilakukan secara mekanis atau kimiawi dengan mengeluarkan enzim dan toksin. Tahap keempat yaitu destruksi pada titik penetrasi dan terbentuknya blastospora yang kemudian beredar ke dalam hemolimfa dan membentuk hifa sekunder untuk menyerang jaringan lainnya (Strack, 2003 dalam kumbara, 2008). Pada umumnya serangga sudah mati sebelum proliferasi blastospora. Enam senyawa enzim dikeluarkan oleh M. anisopliae yaitu lipase, khitinase, amilase, proteinase, pospatase, dan esterase (Freimoser et al., 2003 dalam kumbara, 2008).

Gambar 1. Serangga yang terserang jamur Metarhizium anisopliae (Deptan, 2008).

Serangga juga mengembangkan sistem pertahanan diri dengan cara fagositosis atau enkapsulasi dengan membentuk granuloma. Pada waktu serangga mati, fase perkembangan saprofit cendawan dimulai dengan penyerangan jaringan dan berakhir dengan pembentukan organ reproduksi. Pada umumnya semua jaringan dan cairan tubuh seranggga habis digunakan oleh cendawan, sehingga serangga mati dengan tubuh yang mengeras seperti mumi. Pertumbuhan cendawan diikuti dengan pengeluaran pigmen atau toxin yang dapat melindungi serangga dari serangan mikroorganisme lain terutama bakteri. Tidak selalu cendawan tumbuh ke luar menembus integumen serangga. Apabila keadaan kurang mendukung, perkembangan saprofit hanya berlangsung di dalam jasad serangga tanpa ke luar menembus integumen. Dalam hal ini cendawan membentuk struktur khusus untuk dapat bertahan, yaitu arthrospora (Ferron, 1985 dalam Kumbara, 2008).


DAFTAR REFERENSI

Deptan. 2008. Pemanfaatan Musuh Alami Untuk Mengendalikan Kumbang Nyiur. Tersedia pada http://ditjenbun.deptan.go.id/perlinbun/linbun/index.php?option=com_content&task=view&id=120&Itemid=26

Kumbara, R. D. 2008. Metarhizium spp. tersedia pada http://pangerancakeb.wordpress.com/artikel/metharhizium/